Dunia berputar, tak pernah berhenti. Setiap detik membawa kita pada perubahan yang tak terduga, melukis ulang peta kehidupan, termasuk peta pendidikan. Era kini bukan lagi tentang lembar-lembar buku yang dihafal mati atau deretan angka yang dicerna tanpa makna. Pendidikan di era sekarang adalah tentang ketersambungan, tentang adaptasi, tentang kemampuan berpikir kritis di tengah lautan informasi, dan tentang menciptakan, bukan hanya menerima.
Bayangkan sejenak, sebuah dunia di mana informasi mengalir bebas secepat cahaya. Anak-anak kita, generasi penerus, tak lagi bergantung pada satu sumber ilmu saja. Layar gawai bukan sekadar alat bermain, melainkan jendela menuju ensiklopedia raksasa dunia. Kurikulum tak lagi kaku, melainkan lentur, menyesuaikan diri dengan denyut nadi zaman. Yang paling penting, pendidikan tak berhenti di bangku sekolah; ia adalah perjalanan seumur hidup, sebuah investasi abadi pada diri dan masa depan. Kita didorong untuk belajar memecahkan masalah, berkolaborasi lintas batas, dan berinovasi tanpa henti. Ini adalah wajah pendidikan di era kita sekarang: dinamis, inklusif, dan memberdayakan.
Namun, di tengah hiruk pikuk kemajuan ini, ada sebuah pertanyaan besar yang terus menghantui: apakah denyut pendidikan ini sampai pada setiap sudut negeri, terutama pada akar identitas kita: desa?
Indonesia adalah mosaik ribuan desa. Jantung dan napas bangsa ini sebenarnya bersembunyi di balik hijaunya persawahan, riuhnya pasar tradisional, dan senyum tulus para petani dan pengrajin. Desa adalah lumbung pangan kita, penjaga kearifan lokal, dan benteng budaya yang tak lekang dimakan waktu. Seringkali, pandangan kita tentang pembangunan terlalu berpusat pada kota-kota besar, pada menara-menara tinggi dan gemerlap pusat perbelanjaan. Padahal, jika kita ingin melihat Indonesia maju seutuhnya, kokoh dan berdaulat, maka kuncinya ada pada membangun Indonesia dari desa.
Membangun desa bukan hanya soal infrastruktur jalan atau layanan kesehatan dasar. Lebih dari itu, membangun desa adalah tentang membangun manusianya. Dan di sinilah titik temu antara pendidikan di era sekarang dengan potensi desa menjadi begitu krusial, begitu menghipnotis kita untuk merenungkannya lebih dalam.
Bayangkanlah sejenak Desa Candimulyo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo. Sebuah permata tersembunyi di kaki gunung, dibalut kabut tipis Wonosobo yang sejuk, dengan panorama alam yang memanjakan mata dan tanah yang subur. Desa Candimulyo bukan hanya sekadar titik di peta administratif; ia adalah representasi dari ribuan desa lain di pelosok negeri ini. Di sana, ada anak-anak dengan mata berbinar yang haus ilmu, ada pemuda-pemudi dengan ide-ide brilian yang menunggu celah untuk mekar, dan ada para sesepuh yang menyimpan kearifan lokal tak ternilai.
Bagaimana pendidikan di era sekarang dapat menjadi jembatan emas bagi Candimulyo dan desa-desa serupa?
Ini bukan hanya tentang membawa internet masuk ke setiap rumah (meskipun itu fundamental). Ini lebih dari itu. Ini tentang transformasi pola pikir, tentang memberdayakan potensi lokal dengan sentuhan global.
Literasi Digital untuk Petani Candimulyo: Bayangkan petani di Candimulyo tidak hanya tahu cara menanam, tetapi juga cara mengakses informasi tentang cuaca terkini, harga pasar komoditas mereka secara real-time, atau bahkan memasarkan hasil panen mereka langsung ke konsumen melalui platform digital. Pendidikan di era kini memungkinkan mereka melek digital, memangkas rantai distribusi, dan meningkatkan kesejahteraan secara mandiri.
Kreativitas dan Kewirausahaan Berbasis Desa: Anak-anak muda Candimulyo, dengan bimbingan pendidikan yang relevan, dapat didorong untuk melihat potensi desa mereka sendiri. Mengolah kopi khas Wonosobo dengan sentuhan modern, mengembangkan agrowisata berbasis kearifan lokal, atau menciptakan produk kerajinan tangan yang mendunia. Pendidikan kini mengajarkan mereka bukan hanya menjadi pencari kerja, tetapi pencipta lapangan kerja, berbekal keterampilan digital, pemasaran, dan manajemen bisnis.
Pelestarian Budaya dan Lingkungan Melalui Teknologi: Kearifan lokal Candimulyo bisa didokumentasikan, dipelajari, dan disebarluaskan melalui media digital. Anak-anak dapat belajar tentang sejarah desa mereka dari sumber-sumber digital interaktif, sekaligus mengembangkan proyek-proyek keberlanjutan lingkungan yang memanfaatkan teknologi modern. Pendidikan tidak hanya menciptakan pekerja, tetapi juga penjaga dan pelestari.
Pendidikan yang kita butuhkan saat ini adalah pendidikan yang mampu menjembatani jurang antara modernitas teknologi dan kekayaan tradisi. Pendidikan yang membuat setiap individu di Desa Candimulyo, dan di setiap desa di Indonesia, merasa memiliki potensi tak terbatas. Bukan lagi pendidikan yang menarik mereka keluar dari desa menuju kota, melainkan pendidikan yang memberdayakan mereka untuk membangun kembali desa mereka sendiri dengan gagasan dan keterampilan baru.
Ini adalah panggilan jiwa. Sebuah panggilan untuk menyadari bahwa kemajuan sejati Indonesia tak akan pernah sempurna jika denyut nadi desa tak ikut berdegup kencang. Mari kita bersama-sama, dengan semangat kolaborasi dan inovasi, memastikan bahwa pendidikan di era sekarang tidak hanya menjadi milik segelintir orang di perkotaan, tetapi menjadi hak dan kekuatan bagi setiap anak, setiap pemuda, setiap petani, dan setiap pengrajin di Candimulyo, Kertek, Wonosobo, dan di setiap jengkal tanah pertiwi yang kita cintai ini.
Karena pada akhirnya, Indonesia yang kokoh adalah Indonesia yang dibangun dari akar, dari desa. Dengan pendidikan sebagai pupuknya, dan semangat kebersamaan sebagai air penyiramnya, mimpi itu akan tumbuh menjadi pohon nan rindang, tempat kita semua bernaung.
PLATFORM
Desa Candimulyo memanfaatkan berbagai platform media, diantaranya Website, media sosial Facebook, Instagram, Youtube dan Tiktok untuk menyampaikan fragmen program kegiatan sebagai sarana edukasi, sosialisasi advokasi dan intervensi program. Dengan menggunakan media analog dan digital, Desa Candimulyo berharap dapat menjangkau lebih luas, membangun sinergitas, aksesibilitas publik dan memaksimalkan program.