Halalbihalal berasal dari bahasa Indonesia dan merupakan tradisi yang tidak ditemukan di luar negeri. Meskipun terdapat kata "halal" dan "bi" yang berasal dari bahasa Arab, istilah "halalbihalal" sebenarnya merupakan kreasi bahasa Indonesia yang tidak populer di negara-negara Timur Tengah. Tradisi Halalbihalal merupakan bagian dari budaya Indonesia yang berkembang menjadi ajang silaturahmi dan saling memaafkan, terutama setelah bulan puasa Ramadan. Hal ini menunjukkan bahwa Halalbihalal merupakan tradisi unik dan otentik yang merupakan kreasi dari masyarakat Nusantara. Tradisi ini menjadi momen penting untuk mempererat hubungan sosial dan memupuk nilai-nilai kebersamaan di masyarakat Indonesia.
Asal usul tradisi "halalbihalal" memiliki beberapa versi yang berbeda. Salah satu versi asal usulnya berasal dari masa Mangkunegara I (Pangeran Sambernyawa) pada tahun 1757-1795 M. Pada masa tersebut, kesultanan tersebut memiliki tradisi "pisowanan", yang merupakan tradisi serupa dengan halalbihalal. Dalam tradisi pisowanan, Mangkunegara I mengadakan pertemuan antara raja dan para punggawa secara serentak di balai istana setelah melaksanakan salat Idulfitri. Tradisi ini kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam dengan istilah "halalbihalal"
Versi lain asal usul halalbihalal berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1948. KH Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Wahab memperkenalkan istilah "halalbihalal" kepada Presiden Soekarno sebagai bentuk cara menyatukan dan mempererat persatuan di antara umat Islam di Indonesia
Meskipun terdapat beberapa versi asal usul, halalbihalal merupakan tradisi khas Indonesia yang tidak ditemukan di negara lain. Tradisi ini dilakukan setelah perayaan Idul Fitri atau Idul Adha dan melibatkan silaturahmi serta saling memaafkan antara sesama. Halalbihalal menjadi momen penting untuk mempererat hubungan sosial dan memupuk nilai-nilai kebersamaan di masyarakat Indonesia